I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berpikir kritis ialah berpikir
dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak
tepat dengan cara yang baik. Tulisan ini bertujuan memberikan kajian tentang
cara melatih berpikir kritis dalam
pembelajaran materi sejarah, tentunya untuk membantu siswa menjadi
seorang yang mampu berpikir kritis.
Pada prakteknya penerapan proses
belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis.
Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah
kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga guru
lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman guru tentang
metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Menurut para ahli, melatih berpikir
kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan
didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana
tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi
yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna
dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga
berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
Ada pandangan lain untuk
meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang
ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih
fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak
manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif
dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif.
Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang
yang memiliki otak kanan yang aktif.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana konsep dasar berfikir kritis?
1.2.2
Bagaimana strategi mengembangkan berfikir kritis terhadap siswa?
1.2.3
Bagaimana penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Mengetahui konsep dasar berfikir kritis
1.3.2
Mengetahui strategi mengembangkan berfikir kritis terhadap siswa
1.3.3
Mengetahui penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah
II.
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Berfikir Kritis
2.1.1
Definisi Berfikir Kritis
Berpikir
kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. R. Matindas (1996:71)
menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan
untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir
dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan
yang bersangkutan".
Berpikir kritis adalah berpikir
nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir berpikir. Dari pengertian Steven
tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat menentukan informasi yang
relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses informasi yang akurat
sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya meyakinkan, dan dapat
membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang berpikir kritis dapat
bernalar logis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Proses
berpikir kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah. Steven (1991)
mengutarakan bahwa berpikir kritis adalah metode tentang penyelidikan ilmiah,
yaitu: mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mencari dan mengumpulkan
data-data yang relevan, menguji hipotesis secara logis dan evaluasi serta
membuat kesimpulan yang reliable. Krulik dan Rudnick (1993) mendefinisikan
berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi
semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah
mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi.
Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi
materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti
dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat
menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam kelompok data. Berpikir
kritis adalah analitis dan reflektif.
Menurut
Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk
membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini
atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa
hal penting. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh
kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya
memungkinkan kita untuk membuat keputusan.
R.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan
antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara
keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada
dasarnya pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan
dengan pengambilan keputusan.
Dari
pendapat para ahli tentang berfikir kritis, maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir
nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah
(deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa
kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara
benar. Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu
mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya
begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan
penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran.
2.1.2
Teori proses berfikir kritis
Berpikir adalah
satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan
pemahaman yang kita kehendaki. Menurut Sumadi Suryabrata (2002: 55) teori proses
atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
1. Pembentukan
pengertian
Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari
sejumlah objek yang sejenis, contohnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa
lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu contohnya adalah menganalisis
manusia dari Eropa, Indonesia, dan Cina. Tahap selanjutnya yaitu membandingkan
ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak
sama. Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang
ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki
2. Pembentukan
pendapat
Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua
buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat, yang
terdiri dari subyek dan predikat. Misalnya rumah itu baru, rumah adalah subyek,
dan baru adalah predikat. Pendapat itu sendiri dibedakan tiga macam yaitu
pendapat positif, negatif, dan kebarangkalian
3. Pembentukan
keputusan atau penarikan kesimpulan
Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu
hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan
pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu keputusan
induktif, keputusan deduktif, dan keputusan analogis. Misalkan contoh dari
keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam
kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan), tembaga kalau
dipanaskan memuai.
2.1.3
Ciri-ciri berfikir kritis
Adapun
ciri-ciri berpikir kritis adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan
mengidentifikasi
Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun
informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau
script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
2. Kemampuan
mengevaluasi
Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan
dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi
pernyataan-pernyataan.
3. Kemampuan
menyimpulkan
Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang
benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat
atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah
4. Kemampuan
mengemukakan pendapat
Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis,
mampu menunjukkan fakta – fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu
memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
2.1.4
Faktor yang mempengaruhi berfikir kritis
Rath
et al (1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan
siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa
aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun
Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa adalah sebagai berikut:
1. Kondisi
fisik
Menurut Maslow
dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang
paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa
terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang
matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat
mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat
karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi
Menurut Kort
(1987), motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah
upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga
seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan
minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi
mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas
atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang
kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan
sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan,
mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan
keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan
Kecemasan
merupakan keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan
terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan
timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui
untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat
bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan
perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada
kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan
disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi
seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan
intelektual
Intelektual atau kecerdasan
merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu
persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan
baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda
disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam
Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan
dalam kematangan proses.
2.2 Strategi Pengembangan Berfikir
Kritis Terhadap Siswa
Kember (1997) menyatakan bahwa
kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan
untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian keterampilan berpikir pada
siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving,
meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan
berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan
program pengajaran keterampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar.
Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan
berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak
disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan
tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum pembelajaran IPS harus
mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis.
Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat
dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber
lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur
proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak
didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu
ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Setelah terbentuk pola perubahan,
anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan. Latihan pertama, adalah
anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebab-akibat dari
setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan pertama, anak didik
ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta (kejadian)
masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan (when), dimana
terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan kedua, peserta didik
dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta (kejadian) dengan
memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir, peserta didik
dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan, dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian selanjutnya
untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan berulang
ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat dalam
kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu, Kerajaan Samudera Pasai mencapai
puncak kejayaannya pada tahun 1297 – 1326 M? apa penyebabnya? Siapa rajanya?
bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan? kapan
terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua
hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1. Dengan
menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya
2. Cara
penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk
belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Pertanyaan diberikan setelah
memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang akan dipelajari. Hal
ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh pendidik
dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk
menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Salah satu
karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga
pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat
menentukan informasi secara mandiri. Sehingga setiap siswa memperoleh
kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang
diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah
satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui
diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002;
Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
2.3 Penerapan Berfikir Kritis
Dalam Pembelajaran Sejarah
Penerapan berfikir kritis dalam
pembelajaran sejarah dimulai darin kegiatan berpikir kritis yang terdiri dari
merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.3.1
Merumuskan
memberikan batasan dari objek
yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran sejarah kegiatan merumuskan ini
digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari materi yang dipelajari, karena
fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah. Menurut Mestika Zed (2003:51)
fakta adalah “tulang punggung” bangunan pengetahuan sejarah. Dapat dicontohkan
dengan; “Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M”.
Pernyataan atau kalimat tersebut memang telah terjadi penyerangan Adipati Unus
ke Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1513 M atau adanya usaha
Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada tahun 1513 M.
2.3.2
Menganalisis
Menganalisis adalah proses
menelaah, mengupas, ulasan, atau menguraikan ke dalam bagian-bagian yang lebih
terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang dikemukakan dalam
menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis adalah
sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
2.3.3
Memecahkan Masalah
Memecahkan masalah adalah proses
berpikir yang mengaplikasikan konsep kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya
adalah agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsep-konsep digunakan
dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.
2.3.4
Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah proses
berpikir yang memperdaya pengetahuan sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah
pemikiran atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed (2003:3) penarikan
kesimpulan tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat umum
yang disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara
konsep-konsep dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang
tidak harus terikat dengan waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah:
Keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah alasan-alasan yang serupa yang telah
menghancurkan kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena lemahnya kepemimpinan
raja dan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.
2.3.5
Mengevaluasi
Mengevaluasi adalah proses
penilaian objek yang diamati. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, dan
negatif atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang
yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dalam
taksonomi belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang tinggi.
Pada tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya
dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pendekatan belajar yang
diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari
dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir
(perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan
merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi
perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi
dan dievaluasi pada diri siswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan termasuk
kemampuan berpikir kritis.
Salah satu komponen berpikir
kritis yang perlu dikembangkan adalah keterampilan intelektual. Keterampilan
intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang mengatur proses yang
terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan dapat dimasukkan
sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada
pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan
baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam
menentukan proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan
keterampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks
antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada
taksonomi Bloom merupakan keterampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
keterampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain
interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation
(Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut
merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para pendidik
tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh siswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir kritis (critical thinking)
adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi
tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau
komunikasi. R. Matindas (1996:71) menyatakan bahwa: "Berpikir kritis
adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah
pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima,
menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan".
Strategi pengembangan berfikir
kritis terhadap siswa, secara umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang
ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi
sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui
sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik
dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur proses perubahaan
peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak didik memahami
bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang
tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Penerapan berfikir kritis dalam
pembelajaran sejarah dimulai darin kegiatan berpikir kritis yang terdiri dari
merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan,
umumnya bagi khalayak umum yang sudah membaca makalah ini, diharapkan dapat
mengetahui konsep dasar berfikir kritis, strategi mengembangkan berfikir kritis
terhadap siswa, dan mengetahui penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran
sejarah, sehingga dengan mengkaji hal tersebut diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan dan memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan dengan
mengembangkan dan menerapkan cara berfikir kritis dalam proses belajar
mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Adi W. 2003. Genius
Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelarated Learning.
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Juha, Mervat Amin. 2010. Thinking
Skills Critical Thinking- 2 Chapter. Zaid .IQ.
Potter, Mary Lane .2010.
From Search to Research:Developing Critical Thinking Through Web Research
Skills© 2010 Microsoft Corporation.
Rahmat. 2010. Pengukuran
Ketrampilan Berpikir Kritis. (Online).
Ruland, Judith P. 2003. Critical
Thinking Standards University of Central Florida. Faculty Centre.
Zamroni
& Mahfudz .2009.Panduan Teknis
Pembelajaran Yang Mengembang-kan Critical Thinking. Jakarta. Depdiknas.
Terima kasih
BalasHapusSangat bermanfaat gan, Silahkan juga kunjungi
BalasHapus1. Pengertian Berfikir Kritis Menurut Para Ahli lengkap dengan Daftar Pustakanya
2. Langkah-Langkah Berfikir Kritis Menurut Para Ahli
3. Indikator Berfikir Kritis Menurut Para Ahli
4. Kumpulan materi pelajaran SD, SMP, SMA, tugas sekolah lengkap dengan jawaban dan materi perkuliahan (www.materibelajar.id)
Trimakasih sangat membantu
BalasHapusteori berpikir kritisnya apa?
BalasHapusdan metode, media dan alat ukur apa yang cocok untuk keterampilan berpikir kritis?